Selasa, 19 April 2011

Pengertian dalam Pelestarian Bangunan

PRESERVASI

Adalah tindakan atau proses penerapan langkah-langkah dalam mendukung keberadaan bentuk asli, keutuhan material bangunan/struktur, serta bentuk tanaman yang ada dalam tapak. Tindakan ini dapat disertai dengan menambahkan penguat-penguat pada struktur, disamping pemeliharaan material bangunan bersejarah tersebut.
* Upaya melindungi benda cagar budaya secara tidak langsung (pemagaran, pencagaran) dari faktor lingkungan yang merusak.
** Mempunyai arti yang mirip dengan konservasi; perbedaannya ialah
a. secara teknis : preservasi lebih menekankan pada segi pemeliharaan secara
sederhana, tanpa memberikan perlakuan secara khusus terhadap benda.
b. secara strategis/makro :
preservasi mempunyai arti yang mirip dengan pelestarian, yang meliputi pekerjaan teknis dan administratif (pembinaan, perlindungan).
REHABILITASI / RENOVASI
Membuat bangunan tua berfungsi kembali. Dengan catatan, perubahan-perubahan dapat dilakukan sampai batas-batas tertentu, agar bangunan dapat beradaptasi terhadap lingkungan atau kondisi sekarang atau yang akan datang.

Adalah sebuah proses mengembalikan obyek agar berfimgsi kembali, dengan cam memperbaiki agar sesuai dengan kebutuhan sekarang, seraya melestarikan bagian-bagian dan wujud-wujud yang menonjol (penting) dinilai dari aspek sejarah, arsitektur dan budaya.

• Salah satu bentuk pemugaran yang sifat pekerjaannya hanya memperbaiki bagian-bagian bangunan yang mengalami kerusakan. Bangunan tersebut tidak dibongkar seluruhnya karena pekerjaan rehabilitasi umumnya melibatkan tingkat prosentase kerusakan yang rendah.

KONSERVASI
Memelihara dan melindungi tempat-tempat yamg indah dan berharga, agar tidak hancur atau berubah sampai batas-batas yang wajar.

Menekankan pada penggunaan kembali bangunan lama, agar tidak terlantar. Apakah dengan menghidupkan kembali fungsi lama, ataukah dengan mengubah fungsi bangunan lama dengan fungsi baru yang dibutuhkan.

* Upaya perlindungan terhadap benda-benda cagar budaya yang dilakukan secara langsung dengan cara membersihkan, memelihara, memperbaiki, baik secara fisik maupun khemis secara langsung dari pengaruh berbagai faktor lingkungan yang merusak.

** Perlindungan benda-benda (dalam hal ini benda-benda peninggalan sejarah dan purbakala) dari kerusakan yang diakibatkan oleh alam, kimiawi dan mikro organisme.

REPLIKASI
Membuat tiruan. dengan membangun seperti/menyerupai aslinya

RELOKASI
Memindahkan bangunan dari sebuah lokasi ke lokasi yang lain, atas pertimbangan ekonomis maupun estetis.

REKONSTRUKSI
Adalah tindakan suatu proses mereproduksi dengan membangun baru semua bentuk serta detil secara tepat, sebuah bangunan yang telah hancur/hilang, serti tampak pada periode tertentu.

* Yaitu suatu kegiatan penyusunan kembali struktur bangunan yang rusak/runtah, yang pada umumnya bahan-bahan bangunan yang asli sudah banyak yang hilang. Dalam hal ini kita dapat menggunakan bahan-bahan bangunan yang baru seperti cat warna atau bahan lainnya yang bentuknya hares disesuaikan dengan bangunan aslinya

REVITALISASI
Meningkatkan kegiatan social dan ekonomi lingkungan bersejarah, yang sudah kehilangan vitalitas fungsi aslinya.

KRITERIA PENILAIAN BANGUNAN UNTUK DILESTARIKAN
I. Menurut "BMA"
1. Nilai obyeknya sendiri

- Obyek tersebut merupakan contoh yang baik dari gaya arsitektur tertentu atau basil karya
dare arsitek terkenal.

- Obyek mempunyai nilai estetik, didasarkan pada kualitas eksterior maupun interior dalam
bentuk maupun detil

- Obyek merupakan contoh yang unik dan terpandang untuk periode atau gaya tertentu

2. Fungsi obyek dalam lingkungan urban

- Kaitan antara. obyek dengan bangunan lain atau ruang kota seperti misalnya jalan, plaza, taman, penghijauan kota, dab; yang berkaitan dengan kualitas arsitektur/urban secara menyeluruh

- Obyek merupakan bagian dari kompleks bersejarah dan jelas jelas berharga untuk dilestarikan dalam tatanan itu.

- Obyek merupakan landmark yang mempunyai karakteristik dan dikenal dalam kota atau mempunyai nilai emosional bagi penduduk kota.

3. Fungsi obyek dalam lingkungan sosial dan budaya

- Obyek dikaitkan dengan kenangan historis seperti misalnya"Geedung Merdeka" di jalan Asia Afrika, yang tidak hanya mempunyai nilai arsitektur saja, tetapi juga merupakan peninggalan bernilai historis.

- Obyek menunjukkan fase tertentu dalam sejarah dan perkembangan kota, seperti misalnya bangunan Kabupaten di Alun-Alun.

- Obyek yang mempunyai fungsi penting dikaitkan dengan aspek-aspek fisik, emosional atau keagamaan, seperti mesjid dan gereja.

IL Menurut Haryoto Kunto dalam buku "Wajah Bandoeng Tempo Dodoe"

1. Sesuai dengan "Monumenten Ondonantie" tahun 1931, yaitu bangunan yang sudah berumur 50 tahun atau lebih, yang "kekunoannya" (antiquity) dan "keasliannya" telah teruji.

2. Ditinjau dari segi estetika dan seni bangunan, memiliki "mutu" cukup tinggi (master piece) dan mewakili gaya corak-bentuk seni arsitektur yang langka ditemukan

3. Bangunan atau monumen, yang representetif mewakili jamannya

4. Monurnen/Bangunan mempunyai anti dan kaitan sejarah dengan kota Bandung, maupun peristiwa nasional/internasional.

IIL Menurat buku "Introduction to Urban Planning ":

1. ESTETTKA
Bangunan/lingkungan yang memiliki sesuatu yang khusus dalam sejarah perkembangan "style" dalam kurun waktu tertentu

2. TYPICAL
Bangunan-bangunan yang merupakan wakil dari kelas atau type bangunan tertentu.


3. KELANGKAAN
Bangunan yang hanya tinggal satu-satunya, atau peninggalan terakhir dari style yang mewakili jamannya

4. PERANAN SEJARAH
Bangunan/lingkungan yang merupakan tempat dimana terjadi peristiwa peristiwa
bersejarah, sebagai ikatan simbolis antara peristiwa yang lalu dengan peristiwa sekarang.

5. YANG PALING MENONJOL:
Bangunan-bangunan yang paling
- pertama dibuat
- besar
- tinggi
- dst.

sumber
http://www.bandungheritage.org/index.php?option=com_content&view=article&id=35%3Adefinisipengertian-dalam-pelestarian-bangunanlingkungan-&catid=1%3Alatest&Itemid=1

Analisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya

Analisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya

Analisis Bangunan Cagar Budaya, bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik tiap bangunan penting pada kawasan perencanaan. Analisis tersebut berupa penilaian dan pembobotan terhadap tiap bangunan di kawasan rencana berdasarkan kriteria bangunan sebagai Bangunan Cagar Budaya. Analisis ini berguna untuk menerapkan rekomendasi-rekomendasi yang menjadi dasar Revitalisasi di kawasan perencanaan, utamanya terkait dengan penanganan pada tiap bangunan.

A. Kriteria-kriteria fisik-visual, meliputi nilai-nilai:

1. Estetika, berkaitan dengan nilai keindahan arsitektural, khususnya dalam hal penampakan luar bangunan, yaitu:

  • Bentuk, urutan nilai:

1) Sama sekali tidak sesuai dengan fungsinya

2) Tidak sesuai dengan fungsinya

3) cukup sesuai dengan fungsinya

4) Sesuai dengan fungsinya

5) Amat sesuai sekali dengan fungsinya (sbg landmark fungsi)

  • Struktur, urutan nilai:

1) Sama sekali tidak ditonjolkan sbg nilai estetis

2) Tidak ditonjolkan sbg nilai estetis

3) Cukup ditonjolkan sbg nilai estetis

4) Ditonjolkan sbg nilai estetis

5) Amat sangat ditonjolkan sbg nilai estetis (sebagai Landmark fungsi)

  • Ornamen,urutan nilai :

1) Sama sekali tidak mendukung gaya arsitektur

2) Tidak sesuai mendukung gaya arsitektur

3) cukup sesuai gaya arsitektur

4) Sesuai dengan gaya arsitektur

5) Amat sesuai sekali gaya arsitektur (sbg karakter khas gaya arsitektur)

2. Keluarbiasaan, berkaitan dengan nilai keistimewaan, keunikan dan kelangkaan bangunan, yaitu:

  • Sebagai landmark lingkungan, urutan nilai:

1) Sama sekali tidak sesuai sebagai landmark lingkungan

2) Tidak sesuai sebagai landmark lingkungan

3) cukup sesuai sebagai landmark lingkungan

4) Sesuai sebagai landmark lingkungan

5) Amat sesuai sekali sebagai landmark lingkungan

  • Sebagai landmark kawasan, urutan nilai:

1) Sama sekali tidak sesuai sebagai landmark kawasan

2) Tidak sesuai sebagai landmark kawasan

3) cukup sesuai sebagai landmark kawasan

4) Sesuai sebagai landmark kawasan

5) Amat sesuai sekali sebagai landmark kawasan

  • Sebagai landmark kota, urutan nilai:

1) Sama sekali tidak sesuai sebagai landmark kota

2) Tidak sesuai sebagai landmark kota

3) cukup sesuai sebagai landmark kota

4) Sesuai sebagai landmark kota

5) Amat sesuai sekali sebagai landmark kota

  • Kelangkaan bangunan, urutan nilai:

1) gaya arsitekturnya,umum, di kota Surabaya dan sekitarnya

2) gaya arsitekturnya,umum, utamanya di kota Surabaya

3) gaya arsitekturnya dominan, pada beberapa kawasan, yang ada di kota Surabaya

4) gaya arsitekturnya dominan, hanya pada satu kawasan, yang ada di kota Surabaya

5) Satu-satunya gaya arsitektur yang ada di kota Surabaya

  • Umur bangunan, urutan nilai:

1) 21-30 th

2) 31-40 th

3) 41-50 th

4) 51-60 th

5) lebih dari 60 th

  • Skala Monumental, urutan nilai:

i. Bangunan, urutan nilai:

1) Skala manusia

2) Tidak monumental (d/h<1)

3) Kurang monumental (2>d/h>1)

4) Monumental (d/h =2 dilihat dari luar pagar)

5) Sangat monumental (d/h=2 dilihat dari dalam pagar)

ii. Ruang luar, urutan nilai:

1) Skala manusia

2) Tidak monumental (d/h<1)

3) Kurang monumental (2>d/h>1)

4) Monumental (d/h =2 dilihat dari luar pagar)

5) Sangat monumental (d/h=2 dilihat dari dalam pagar)

  • Perletakan yang menonjol, urutan nilai:

1) Bangunan tertutup oleh bangunan lain

2) Sama dengan bangunan sekitarnya

3) Lebih maju/mundur dari bangunan sekitarnya

4) Terletak di ujung jalan

5) Terletak di pertigaan/perempatan jalan

3. Memperkuat citra kawasan, berkaitan dengan pengaruh kehadiran suatu obyek terhadap kawasan sekitarnya yang sangat bermakna untuk meningkatkan atau memperkuat kualitas dan citra lingkungan:

  • Sesuai dengan fungsi kawasan, urutan nilai:

1) Tidak sesuai dengan fungsi kawasan

2) Cukup sesuai dengan fungsi kawasan

3) Sesuai dengan fungsi penunjang kawasan

4) Sesuai dengan fungsi sekunder kawasan

5) Sesuai dengan fungsi primer kawasan

  • Kesatuan/kontinuitas, urutan nilai:

1) Tidak menciptakan kontinuitas pada kawasan

2) Kurang menciptakan kontinuitas pada kawasan

3) Cukup menciptakan kontinuitas pada kawasan

4) Menciptakan kontinuitas arsitektural pada kawasan

5) Menciptakan kontinuitas arsitektural pada kawasan shg menjadi landmark kawasan

  • Kekontrasan bangunan, urutan nilai:

1) Tidak menciptakan laras arsitektural pada kawasan

2) Kurang menciptakan laras arsitektural pada kawasan

3) Cukup menciptakan laras arsitektural pada kawasan

4) Menciptakan laras arsitektural pada kawasan

5) Menciptakan laras arsitektural pada kawasan shg menjadi landmark

4. Keaslian bentuk, berkaitan dengan tingkat perubahan bentuk fisik, baik melalui penambahan atau pengurangan:

  • Jumlah ruang, urutan nilai:

1) Ada perubahan rg utama /rg.penunjang

2) Ada perubahan rg.penunjang

3) Tidak ada perubahan rg. utama

  • Element struktur, urutan nilai:

1) Ada perubahan struktur rg. Utama/rg.penunjang

2) Ada perubahan struktur rg.penunjang

3) Tidak ada perubahan struktur rg.utama

  • Konstruksi, urutan nilai:

1) Ada perubahan konstruksi rg.utama/rg.penunjang

2) Ada perubahan konstruksi rg. Penunjang

3) Tidak ada perubahan konstruksi rg. Utama

  • Detail/Ornamen, urutan nilai:

1) Ada perubahan pada detail /ornamen

2) Ada perubahan pada detil/ornamen tetapi tidak merubah karakter khasnya

3) Tidak ada perubahan pada detil/ornamen dan merubah karakter khasnya.

5. Keterawatan, berkaitan dengan kondisi fisik bangunan:

  • Tingkat kerusakan, urutan nilai:

1) Lebih dari sekitar 50%

2) Sekitar 50%

3) Sekitar 0- 49%

  • Prosentasi sisa bangunan, urutan nilai:

1) Sekitar 0- 49%

2) Sekitar 50%

3) Lebih dari sekitar 50%

  • Kebersihan, urutan nilai:

1) Kurang bersih

2) Cukup bersih

3) Bersih terawat

B. Kriteria-kriteria non fisik, meliputi nilai-nilai:

1. Peran sejarah, berkaitan dengan nilai sejarah yang dimiliki, peristiwa penting yang mencatat peran ikatan simbolis suatu rangkaian sejarah dan babak perkembangan suatu lokasi, sehingga merujuk pada:

  • Sejarah Perkembangan Arsitektur, urutan nilai:

1) Tidak berpengaruh dalam Sejarah Perkembangan Arsitektur

2) Cukup berpengaruh dalam Sejarah Perkembangan Arsitektur

3) Berpengaruh dalam Sejarah Perkembangan Arsitektur

4) Amat berpengaruh dalam Sejarah Perkembangan Arsitektur

5) Penentu Sejarah Perkembangan Arsitektur

  • Sejarah Perkembangan Kota, urutan nilai:

1) Tidak berpengaruh dalam Sejarah Perkembangan Kota

2) Cukup berpengaruh dalam Sejarah Perkembangan Kota

3) Berpengaruh dalam Sejarah Perkembangan Kota

4) Amat berpengaruh dalam Sejarah Perkembangan Kota

5) Penentu Sejarah Perkembangan Kota

  • Sejarah Perjuangan Bangsa, urutan nilai:

1) Tidak berpengaruh dalam Sejarah Perjuangan Bangsa

2) Cukup berpengaruh dalam Sejarah Perjuangan Bangsa

3) Berpengaruh dalam Sejarah Perjuangan Bangsa

4) Amat berpengaruh dalam Sejarah Perjuangan Bangsa

5) Penentu Sejarah Perjuangan Bangsa

2. Komersial:

  • Nilai ekonomi yang berpotensi untuk dikembangkan:

i. Formal, urutan nilai:

1) Tidak bernilai ekonomi

2) Bernilai ekonomi kurang tinggi

3) Bernilai ekonomi cukup tinggi

4) Bernilai ekonomi tinggi

5) Bernilai ekonomi sangat tinggi

ii. Informal, urutan nilai:

1) Tidak bernilai ekonomi

2) Bernilai ekonomi kurang tinggi

3) Bernilai ekonomi cukup tinggi

4) Bernilai ekonomi tinggi

5) Bernilai ekonomi sangat tinggi

3. Sosial-budaya, berkaitan dengan nilai-nilai social-budaya khas kawasan yang masih terwujud dan terwadahi :

  • Legenda (budaya oral) , urutan nilai:

1) Tidak Ada

2) Ada tapi tidak popular

3) Ada dan Popular

  • Aktivitas social-budaya, urutan nilai:

1) Tidak Ada

2) Ada tapi tidak popular

3) Ada dan popular

KRITERIA PEMBOBOTAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA

Revitalisasi, adalah suatu upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah hidup/vital, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Revitalisasi sendiri, bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik semata, tetapi juga harus dilengkapi dengan peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada. Karenanya, maka tujuan utama dari revitalisasi adalah memberikan kontribusi positif pada kehidupan social-budaya, terutama kehidupan ekonomi kota.

Berdasarkan hal tersebut diatas,maka ditentukan pembobotan bagi seluruh criteria revitalisasi yang ada. Dengan tujuan utama memberikan kontribusi positif pada kehidupan social-budaya, terutama kehidupan ekonomi kota, maka pembobotan untuk criteria non fisik, akan lebih besar dari pada criteria fisik yang ada. Adapun, secara keseluruhan, maka pembobotannya adalah sbb:

A. Kriteria-kriteria non fisik à bobot 2

B. Kriteria-kriteria fisik-visual à bobot 1

KRITERIA PENANGANAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA

Berdasarkan penilaian dan pembobotan yang telah dilakukan, maka pada akhirnya akan didapatkan penggolongan bangunan yang akan menjadi dasar penanganan bangunan cagar budaya,yaitu:

1. Golongan A

Skor : 121 – 175

Bangunan dipertahankan 100 persen seperti apa adanya atau jika harus dipugar dikembalikan ke bentuk aslinya dengan memanfaatkan bahan yang sama. Baik bentuk luar, konstruksi maupun interiornya.

2. Golongan B

Skor : 106 – 120

Mempertahankan sebanyak-banyaknya bagian bangunan. Bangunan baru atau tambahan tetap mempertahankan bentuk ketinggian bangunan aslinya atau bangunan utamanya. Perubahan dapat dilakukan sejauh tidak merusak atau mengganggu keserasian bangunan dan lingkungan

3. Golongan C

Skor : 36 – 105

Mempertahankan ciri utama bangunan yang berkaitan dengan nilai-nilai arsitekturnya, dengan memungkinkan penambahan bangunan baru tanpa mengurangi keserasian bangunan dan lingkungan serta karakter dan ciri khas bangunan utama.

4. Golongan D

Skor : 35

Membangun baru tetapi tetap meninggalkan salah satu atau sebagian khas bangunan. Pada kategori ini, hal-hal atau bagian bangunan yang dipertahankan hanya sedikit dan dapat dijadikan elemen ornamental.


sumber

http://saujana17.wordpress.com/2010/04/23/analisis-penilaian-bangunan-cagar-budaya/

Proses Perancangan yang 'Irreversible'

Bentuk geometri pada masa arsitektur klasik memakai dan hanya mau mengakui bentuk euclidian atau non-euclidian, pemakaian diluar bentuk-bentuk tersebut tidak akan diakui sebagai bentuk geometri. Saat ini, arsitektur telah berkembang pesat, bentuk geometri tidaklah se-kaku masa arsitektur klasik, bentuk-bentuk geometri telah berkembang bebas. Metode perancangan baru memunculkan Bentuk -bentuk yang in-konvensional, sebuah bentuk geometri baru. Terbukti bahwa definisi geometri sejak masa klasik hingga saat ini telah berubah dan mungkin saja kedepannya akan ditemukan bentuk atau definisi geometri baru, semuanya bersifat relatif. Sekalipun demikian, penulis mengakui bahwa geometri itu luas dan bebas. Arsitek yang memiliki pemahaman ruang yang luas dan mampu mengeksploitasi bentuk akan menghasilkan karya arsitektur yang kaya, bebas dan tidak kaku.

Bentuk geometri ada setelah sang perancang telah melakukan tahapan ”perancangan”. Namun satu hal yang perlu diketahui, kita adalah arsitek – bukan seniman. Proses merancang seorang arsitek tidak sesederhana seorang seniman patung. Tulisan ini tidak akan membahas seberapa luas bentuk geometri (yang sudah saya simpulkan sangat luas dan bebas), namun tulisan ini akan membahas bagaimana proses perancangan arsitektur sehingga membentuk sebuah bentuk geometri.

Setujunya saya akan pendapat bahwa ‘geometri mengikat perancangan’ terkait dengan perjalanan saya setelah melewati serangkaian proses perancangan arsitektur. Ada sebuah kecenderungan untuk pendekatan perancangan yang mem-bypass sejumlah tahapan pra-perancangan seperti analisis site, konsep fungsi, dan studi tipologi. Seringkali tahapan tersebut hanya ditempatkan di belakang atau sekedar dilampirkan dalam lembar penyajian akhir sebagai formalitas belaka, sebuah proses perancangan yang terbalik. Ironisnya, metode tersebut banyak ’bertengger’ dalam banyak proses perancangan, dan harus saya akui metode tersebut seringkali menghasilkan massa yang sangat kaya secara geometri, namun gagal secara makna bila dikaitkan dengan lingkungan sekitar atau konteks tempat.



Gambar 1. Cuidad de la Cultura de Galicia, Santiago, Spanyol (Steele, 2005: 236)
Sumber: Steel, 2005: 236


Amos Rapoport juga mengakui bahwa faktor diatas tidak bersifat statis namun bersifat dinamis sehingga model vernakular akan terus berevolusi seiring dengan berubahnya faktor diatas. Keenam faktor diatas membuktikan bahwa bentuk geometri dari model vernakular merupakan hasil trial & error setelah melalui evaluasi dari beragam force yang ada. Evolusi dari model vernakular terus berkembang menjadi apa yang kita kenal sekarang sebagai arsitektur modern. Diawali dari arsitektur klasik (baroque, ecclictism, art nouveau, victorian dll) dan diakhiri dengan gaya arsitektur post-modern. Keseluruhan gaya arsitektur modern diatas tidak hanya berdiri sendiri namun juga mengalami proses trial and error menghadapi beragamnya faktor atau force yang ada. Yang membedakan arsitektur modern dengan arsitektur vernakular adalah evolusi atau berkembangnya motivasi pembentuknya – force-nya.

Bila dikaitkan dengan teori segitiga Maslow, kehadiran model vernakular cenderung dimotivasi untuk memenuhi kebutuhan survival atau rasa aman manusia (motivasi terbawah) sedangkan arsitektur modern ada karena motivasi aktualisasi diri (motivasi teratas). Meskipun demikian pendapat tersebut tidak bersifat baku, banyak bangunan vernakular yang dibangun dengan motivasi aktualisasi diri sebaliknya sama dengan bangunan modern (Gossel, 2005). Terlepas dari perbedaan yang ada, pembentukan sebuah karya arsitektur (tradisional, modern) sama dengan pembentukan bentuk organik, keduanya dipengaruhi oleh kehadiran force yang ada, resultannya adalah sebuah form - bentuk geometri. Sehingga, Proses perancangan yang penulis maksud bermakna perancangan bentuk - form dengan berusaha merespon force yang ada. Pemakaian kata ”irreversible” (tidak dapat dibalik) menjelaskan bahwa tahapan dalam merancang tidak dapat dibalik; form yang dirancang tanpa pertimbangan force akan gagal dengan sendirinya karena tidak dapat membendung kemauan force – gagal beradaptasi.


Gambar 2. Pengaruh ruang kota Santiago terhadap denah museum (Steele, 2005: 364)
Sumber: Steel, 2005: 364

Museum yang terletak di kota Santiago ini merupakan hasil sayembara yang dimenangkan oleh Peter Eisenman. Bentuk bangunan ini merupakan imitasi dari lansekap asli tapak yang juga disesuaikan dengan bentuk scallop shell (Gossel, 2005: 364) yang secara tradisional biasa digunakan peziarah menuju kota Santiago. Sirkulasi yang ada dalam massa didasari dari sirkulasi yang ada di tengah kota (lihat gambar bawah) dimaksudkan bahwa bangunan ini seluruhnya terkait dengan sekitarnya. Karya ini menang dalam sayembara karena keberhasilan Eisenman untuk mewadahi penghormatan masyarakat kota Santiago akan ruang terbuka sekaligus menunjukkan bahwa museum ini merupakan citra dari kota Santiago yang religius (Steel, 2005: 242).


Expo ’67 Dome, Montreal

Gambar 3. Expo'67 Dome, Montreal (Steele, 2005: 142)
Sumber: Steel, 2005: 142

Perancang bangunan ini adalah Richard Buckminster Fuller. seorang arsitek yang dianggap ahead of its time. Expo tahun 1967 pada dasarnya merupakan salah satu karyanya yang terakhir namun dianggap trademark dari keseluruhan karya Fuller (Steele, 2005: 142). Bangunan ini memiliki bentuk geometri bulat/dome setinggi 76 meter dengan bentuk rangkaian segitiga sebagai dasar pembentuknya. Dengan bantuan Teknologi dan ilmu geometri, Fuller mendedikasikan hidupnya untuk melakukan inovasi Bentuk arsitektural dengan dasar efisiensi, murah, dan hemat energi. Salah satu filosofi yang dipegang teguh sampai akhir hidupnya adalah “use a minimum amount of material to contain a maximum amount of space” (Steele, 2005: 144). Motivasi dan konsep perancangan Fuller dianggap banyak kalangan sebagai salah satu arsitek avant-garde yang mengusung tema sustainable, merespon terhadap isu perubahan iklim (Steele, 2005: 147).


Sebenarnya apa yang ingin diungkapkan penulis dari 2 contoh diatas?. Eisenmann dan Fuller, dua arsitek yang lahir dari jaman yang berbeda, memiliki metode atau konsep perancangan yang berbeda, sehingga apa yang menjadi benang merah keduanya? Keduanya sama-sama berusaha merespon terhadap need (kebutuhan) atau demand (permintaan) yang ada. Keduanya sama-sama berusaha untuk merespon force yang ada. Eisenmann dalam Cuidad de la Cultura berusaha merespon kebutuhan akan sosial-budaya. Fuller berusaha merespon kebutuhan akan efisisiensi ekonomi dan perbaikan lingkungan. Kedua arsitek tersebut merupakan satu dari segelintir arsitek yang berusaha menyelesaikan permasalahan - problem solving architect yang menyesuaikan diri terhadap force yang ada. Force sendiri disini merupakan isu utama, bukan form-nya.

Bagaimana kita sebagai arsitek berusaha mengenali force yang ada? jawabannya sederhana, yaitu melakukan analisis site, analisis kebutuhan, analisis tipologi, dan segala macam analisis perancangan lainnya sebelum membentuk geometri massa. jawaban tersebut seakan menjadi anti-klimaks tulisan ini, namun proses tersebut memang selalu, akan dan harus dilakukan sebelum kita membentuk massa. Segala macam proses tersebut hanya bisa dilakukan di awal bukan diakhir (setelah terbentuknya massa); proses perancangan yang tidak dapat dibalik (irreversible).

Inti dari tulisan ini memang sederhana, hanya mengulang apa yang biasa kita temui dalam perancangan biasa. Namun dalam prakteknya ternyata tidak sesederhana itu, pembalikan proses perancangan banyak dilakukan oleh para praktisi arsitektur di dunia, dengan mengesampingkan analisis dan konsep dan mengutamakan tampilan visual. Kekayaan bentuk yang ada dalam geometri tidak bisa disalah-fungsikan hanya sekedar untuk menjajakan diri kepada konsumen. Namun, geometri dan segala macam kekayaan yang terkandung didalamnya harus mengandung makna akan sebuah usaha penyelesaian masalah. Ter-ikat-nya suatu bentuk geometri dengan proses perancangan arsitektur yang tidak bisa terbalik, membuatnya tidak bisa terbentuk dengan bebas semau sang perancang.

the shape or form is made by the resultant of a number of force” (D’Arcy Thompson)

Referensi

Thompson, D. (1961). On Growth and Form. Cambridge University Press.

Rapoport, A. (1969). House Form and Culture. Prentice Hall International.

Gossel, P. (2005). Architecture in the 20th Century. Taschen.

Steel, J. (2005). Ecological Architecture: A Critical History. Hudson.

copyright@all

Kota Berkelanjutan

Sebuah kota yang berkelanjutan, atau eko-kota (eco-city) adalah kota yang dirancang dengan mempertimbangkan dampak lingkungan, dihuni oleh orang yang berdedikasi untuk meminimalisasi input seperti kebutuhan energi, air dan makanan, sedangkan output-nya berupa limbah, panas, polusi udara – CO2, metana, dan polusi air. Dalam buku Ecocity — Bekeley — tahun 1987, karya Richard, muncul istilah pertama mengenai “ecocity“, yang secara harfiah berarti, “membangun kota untuk masa depan yang sehat”.

Ket. Foto Atas: http://www.watch-documentaries-online.com/environment/the-sustainable-city



Tokoh-tokoh lain yang membayangkan kota yang berkelanjutan adalah arsitek Paul F Downton, yang kemudian mendirikan perusahaan Ecopolis Pty Ltd,. dan penulis Timotius Beatley dan Steffen Lehmann, yang telah menulis secara ekstensif pada subjek bidang ekologi industri yang kadang-kadang diterapkan dalam perencanaan kota-kota tersebut.

Sebuah kota yang berkelanjutan dapat berkembang sendiri dengan mengandalkan minimal pada daerah sekitarnya, dan bertumpu pada kekuasaan yang bersumber dari energi terbarukan. Inti dari ini semua kemungkinan adalah untuk menciptakan jejak terkecil ekologi, dan untuk menghasilkan kuantitas terendah polusi, untuk mengefisiensi penggunaan lahan; bahan yang digunakan kompos, daur ulang atau mengubah sampah-ke-energi, dan dengan demikian kontribusi keseluruhan kota untuk perubahan iklim akan menjadi minimal, jika praktek-praktek tersebut dipatuhi.

Ket. Foto Atas: http://www.ekomiko.pl/index.php/here-and-there-information/items/sonnenschiff-solar-city-emphasizes-on-sustainable-living.html

Diperkirakan bahwa sekitar 50% dari populasi dunia sekarang tinggal di kota dan kawasan perkotaan. Komunitas-komunitas besar menyediakan baik tantangan dan peluang bagi para pengembang sadar lingkungan. Dalam rangka untuk membuat mereka lebih berkelanjutan, desain bangunan dan praktek, serta persepsi dan gaya hidup harus mengadopsi pemikiran keberlanjutan.


Contoh Praktis:

Kota-kota ekologi tersebut dicapai melalui berbagai cara, seperti:

  • Sistem pertanian dalam kota yang dapat dilakukan secara berbeda-beda pada setiap kota (pinggiran kota atau pusat). Hal ini bertujuan untuk mengurangi jarak tempuh pengunaan energi bergerak fosil (red), dari lapangan ke rumah-rumah. Praktis bekerja di luar ini dapat dilakukan dengan baik skala kecil (rumah tangga red.) / petak pertanian swasta atau melalui pertanian skala besar (farmscrapers misalnya).
  • Sumber energi terbarukan, seperti turbin angin, panel surya, atau bio-gas yang dibuat dari limbah. Kota memberikan skala ekonomi yang membuat sumber energi tersebut layak.
  • Berbagai macam metode untuk mengurangi kebutuhan untuk pengkondisian udara (permintaan energi masif), seperti penanaman pohon dan pengunaan warna, permukaan jalan, sistem ventilasi alami, peningkatan fitur air, dan ruang hijau setara dengan minimal 20% dari permukaan kota. Langkah-langkah ini melawan “efek rumah kaca” (red), yang disebabkan oleh banyaknya pengunaan aspal jalan, yang dapat membuat daerah perkotaan lebih hangat beberapa derajat daripada-daerah pedesaan sekitarnya sebanyak enam derajat Celsius saat malam hari (untuk daerah dingin seperti di eropa dan amerika).
  • Peningkatan transportasi publik dan peningkatan pendistribusiannya untuk mengurangi emisi mobil. Hal ini memerlukan pendekatan radikal yang berbeda untuk perencanaan tiap kota, dengan melibatkan bisnis terpadu, industri, dan zona pemukiman. Mungkin jalan yang dirancang juga untuk membuat pengemudi sulit, — yang artinya lebih berpihak dan beralih pada transportasi masal (publik) daripada transportasi pribadi yang mengunakan energi fosil (tambahankalimat terakhir redaksi).
  • Kepadatan bangunan optimal untuk membuat transportasi umum yang layak namun menghindari penciptaan efek rumah kaca (red) perkotaan.
  • Solusi untuk mengurangi penganguran dan gelandangan (gepeng) perkotaan, dengan mencari cara-cara baru yang memungkinkan orang untuk membuka lapangan kerja yang lebih dekat ke area kerja. Sejak tempat kerja cenderung berada di pusat- pusat kota (masalah gepeng sering timbul – red.), oleh sebab itu harus segera dirubah pola pikir yang mengarah bahwa pertumbuhan harus di fokuskan tidak lagi di pusat kota melainkan di pingiran-pingiran kota, sehingga lapangan kerja dapat terbuka dan mengurangi angka kemiskinan, mengurangi bepergian penduduk kepusat-2 kota (red). Salah satu cara baru untuk mencapai hal ini adalah dengan solusi yang dikerjakan melalui Gerakan Pertumbuhan yang lebih cerdas.


Negara & Kota dunia yang sudah dan akan menerapkan Kota Berkelanjutan

  • Australia, Kota Moreland. Kota Moreland di utara Melbourne, memiliki program untuk karbon menjadi netral, salah satunya adalah “Zero Carbon Moreland ‘, antara lain implementasi yang berkelanjutan yang ada dan proposal. Kota Melbourne. Selama 10 tahun terakhir, berbagai metode untuk meningkatkan transportasi umum telah dilaksanakan, zona bebas mobil dan seluruh jalan-jalan juga telah dilaksanakan. Kota Taree Raya. Kota Greater Taree Utara Sydney telah mengembangkan sebuah rencana induk untuk karbon rendah pertama Australia-untuk-tidak ada pembangunan perkotaan.
  • Brasil, Deforestasi hutan hujan asli di Rio de Janeiro City untuk ekstraksi dari tanah liat untuk teknik sipil. Contoh kota berkelanjutan di Brazil Selatan kota Porto Alegre dan Curitiba sering dikutip sebagai contoh perkotaan berkelanjutan.
  • Kanada, Pada tahun 2010, Calgary peringkat sebagai kota-eko teratas di planet ini untuk, yang “tingkat yang sangat baik pelayanan di pembuangan sampah, sistem pembuangan, dan drinkability air dan ketersediaan, ditambah dengan polusi udara yang relatif rendah.” Survei ini dilakukan bersamaan dengan Mercer terkemuka Survey Kualitas Hidup.
  • Cina, Cina bekerja sama dengan investasi dan teknologi yang disediakan oleh pemerintah Singapura untuk membangun sebuah ecocity di Pesisir Kabupaten Baru Kota Tianjin di Cina utara, yang disebut “Sino-Singapura Tianjin Eco-kota”. Dongtan Eco-City adalah nama proyek lain di pulau terbesar ketiga di Cina di muara Sungai Yangtze dekat Shanghai. Proyek ini dijadwalkan untuk menampung 50.000 penduduk pada tahun 2010. Huangbaiyu big eko-city yang dibangun oleh China. Pada bulan April 2008, sebuah proyek kolaborasi ecocity yang diusulkan untuk sebuah kabupaten di Nanjing, ibu kota Provinsi Jiangsu di Sungai Yangtze, di barat Shanghai. Rizhao pemanas air surya untuk rumah tangga, dan telah di rekomendasikan untuk Model Kota di China.
  • Denmark, Taman industri di Kalundborg sering disebut sebagai model untuk ekologi industri.
  • Ekuador, Loja, Ekuador memenangkan tiga penghargaan internasional bagi upaya keberlanjutan dimulai oleh perusahaan Walikota Dr Jose Bolivar Castillo
  • Estonia, Oxford Residences selama empat musim di Estonia. Oxford Group Berkelanjutan, memenangkan hadiah bagi Perusahaan Berkelanjutan of the Year, ini bisa dibilang salah satu perkembangan berkelanjutan paling maju (lengkap:red), tidak hanya mencoba untuk menjadi karbon netral, tetapi sudah karbon negatif dan mempertimbangkan faktor seperti ekonomi, pembangunan keuangan, sosial terhadap lingkungan sekitarnya, lingkungan, makanan, energi, kebijakan pemerintah, penduduk setempat, pendidikan, pada kenyataannya lebih dari pengembangan sistem yang lain.
  • Jerman, Tidak ada negara lain yang telah membangun lebih banyak proyek-proyek eko-city dari Jerman. Freiburg im Breisgau sering disebut sebagai kota hijau. Ini adalah salah satu dari sedikit kota dengan walikota hijau dan dikenal bagi perekonomian yang kuat surya. Vauban, Freiburg adalah sebuah distrik model berkelanjutan. Semua rumah dibangun dengan standar konsumsi energi rendah dan seluruh kabupaten dirancang untuk car free (daerah bebas kendaraan bermotor-red). Kabupaten hijau di Freiburg adalah Rieselfeld, di mana rumah-rumah menghasilkan energi yang lebih dari yang mereka konsumsi. Ada beberapa proyek lainnya kota hijau berkelanjutan seperti Kronsberg di Hannover dan perkembangan saat ini di seluruh Munich, Hamburg dan Frankfurt.
  • Hong Kong, Pemerintah menggambarkan diusulkan Hung Shui Kiu kota baru sebagai eco-city. Hal yang sama terjadi dengan rencana pembangunan perkotaan di situs dari mantan Kai Tak Airport.
  • India, India adalah bekerja pada Gujarat International Finance Tec-Kota atau GIFT yang merupakan kota dunia kelas di bawah konstruksi di negara bagian Gujarat India. Ini akan muncul pada 500 hektar (2,0 km2) tanah Ini juga akan menjadi yang pertama dari jenisnya sepenuhnya Kota Berkelanjutan Manimekala adalah Hightec Eco kota diproyeksikan dalam Karaikal, India akan mempertimbangkan luas 5 km2. Ini akan menjadi yang pertama dari jenisnya di India Selatan.
  • Kenya, Hacienda – Mombasa, Kenya. Ini adalah perkembangan terbesar properti hunian yang ramah lingkungan di Afrika Timur, konstruksi sedang berlangsung, dan akhirnya akan menjadi salah satu perkebunan pertama Afrika mandiri.
  • Korea, Songdo IBD adalah kota yang direncanakan di Korea yang telah mendirikan sejumlah fitur ramah lingkungan. Ini termasuk sebuah taman pusat, irigasi dengan air laut, sebuah jalur kereta bawah tanah, jalur sepeda, sistem tangkapan air hujan, sistem pengumpulan sampah pneumatik, … Akhirnya, 75% dari sampah yang dihasilkan oleh pembangunan kota akan didaur ulang. Gwanggyo City Centre merupakan kota berkelanjutan yang direncanakan di Korea.
  • Selandia Baru, Kota Waitakere, bagian Barat wilayah perkotaan lebih besar Auckland, pertama kali Selandia Baru, eco-city, bekerja dari GreenPrint, dokumen pedoman bahwa Dewan Kota dikembangkan pada awal 1990-an.
  • Republik Irlandia, South Dublin County Council mengumumkan rencana pada akhir tahun 2007 untuk mengembangkan Clonburris, pinggiran baru Dublin untuk berisi hingga 15.000 rumah baru, harus dirancang untuk mencapai nilai standar internasional. Rencana untuk Clonburris termasuk. Inovasi hijau yang tak terhitung jumlahnya seperti tinggi tingkat efisiensi energi, energi terbarukan wajib untuk pemanasan dan listrik, penggunaan bahan bangunan daur ulang dan berkelanjutan, sistem distrik pemanas penyebaran panas, pemberian jatah untuk makanan tumbuh, dan bahkan melarang pengering jatuh, dengan pengeringan alami daerah yang disediakan sebagai gantinya.
  • Swedia, Gothenburg, dan terutama Älvstaden (pusat kota di tepi sungai Göta älv) adalah contoh yang baik dari kota yang berkelanjutan di Swedia. Mereka memiliki dampak lingkungan yang rendah, mengandung rumah pasif, sistem daur ulang yang baik untuk limbah, dll
  • United Kingdom, Hammarby Sjöstad, Stockholm, St Davids kota terkecil di Inggris bertujuan untuk menjadi kota pertama yang netral karbon di dunia. Leicester adalah kota lingkungan pertama Inggris.
  • Amerika Serikat, Arcosanti, Arizona Treasure Island, San Francisco: merupakan proyek yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan kota kecil. Coyote Springs Nevada kota terbesar direncanakan di Amerika Serikat. Babcock Ranch Florida sebuah kota bertenaga surya diusulkan. Douglass Ranch di Arizona Buckeye. Mesa del Sol di Albuquerque, New Mexico, Sonoma Mountain Village di Taman Rohnert, California
copyright@http://ruryklh.wordpress.com/2011/01/10/kota-berkelanjutan/

SEJARAH PERKEMBANGAN BANGUNAN TINGGI


Bangunan tinggi adalah bangunan atau struktur tinggi. Bangunan tinggi berdasarkan beberapa standar berkisar antara 75 kaki sampai 491 kaki (23 m hingga 150 m). Sedangkan bangunan yang lebih dari 492 kaki atau 150 m disebut sebagai bangunan pencakar langit. Tinggi rata-rata satu tingkat adalah 13 kaki atau 4 m, sehingga bangunan setinggi 79 kaki atau 24 m memiliki 6 tingkat.
Munculnya bangunan-bangunan tinggi di kota-kota besar di dunia, disebabkan oleh kebutuhan akan ruang untuk melakukan aktivitas, serta tingginya harga lahan di pusat kota. Penemuan bahan bangunan yang ringan dan kuat, seperti alumunium, baja, berbagai ragam kaca, dan beton bermutu tinggi mengakibatkan orang mempunyai alternatif pilihan bagi rancangan bangunan tinggi. Perkembangan metode konstruksi mengakibatkan pembuatan bangunan tinggi dapat dilaksanakan secara lebih cepat dan ekonomis, sedangkan kemajuan di bidang teknologi informasi dan komputer menyebabkan para perancang dengan mudah melakukan simulasi terhadap bangunan tinggi yang akan dibangun.
Di Amerika Serikat, perkembangan bangunan tinggi dimulai akhir abad ke-19 dengan selesainya pembangunan di gedung St. Paul karya arsitek George B. Post di Broadway, New York dengan tinggi 19 lantai pada tahun 1984. Perkembangan bangunan tinggi telah melalui berbagai tahapan gaya rancang bangunan yang masing-masing menghasilkan bentuk Sky Line kota-kota besar dan memacu orang-orang untuk merancang bangunan yang lebih tinggi lagi.
Periode perkembangan gaya rancang bangunan tinggi di dunia
Periode Gaya Rancang
1880-1900 Tahapan fungsional (The Functional Period)
1900-1920 Periode eklektik (The eclectical period)
1920-1940 Art Deco (The Art Deco Period)
1950-1970 Gaya Internasional (The International Style Period)
dipelopori Miss van der Rohe
1965-1975 Muncul bangunan pencakar langit di Chicago (The Supertall Period)
1970-1980 The Social Sky Crapper Period
After 1980 The Post Modern Period
(temuan bahan bangunan baru seperti alumunium, baja tahan karat, dan kaca)

Perbandingan Ketinggian Bangunan Tinggi di Dunia
No Bangunan Tempat Tinggi
1. Messeturm Frankfurt 260 m
2. Empire State Building New York 381 m
3. Asia Plaza Kaohsiung Taiwan 427 m
4. Chongqing Tower Kuala Lumpur 457 m
5. Tokyo-Nara Tower Tokyo-Nara 880 m

SISTEM STRUKTUR BANGUNAN TINGGI
Pada dasarnya setiap sistem struktur pada suatu bangunan merupakan penggabungan berbagai elemen struktur secara 3 dimensi, yang cukup rumit. Fungsi utama dari sistem struktur adalah untuk memikul secara aman dan efektif beban yang bekerja pada bangunan, serta menyalurkannya ke tanah melalui fondasi. Beban yang bekerja pada bangunan terdiri dari beban vertikal, horizontal, perbedaan temperatur, getaran, dan sebagainya.
Sistem struktur dalam proses perancangannya selalu menghadapi kendala, di antaranya: persyaratan arsitektural, sistem mekanikal dan elektrikal, metode konstruksi, dan aspek ekonomi.
Dalam berbagai sistem struktur, baik yang menggunakan bahan beton bertulang, baja maupun komposit, selalu ada komponen (subsistem) yang dapat dikelompokkan dalam sistem yang digunakan untuk menahan gaya gravitasi dan sistem untuk menahan gaya lateral.

Sistem struktur bangunan tinggi

Arsitek-arsitek di masa Islam


arsitek di masa Islam, juga telah membuat bangunan-bangunan tahan gempa.

Arsitek-arsitek di masa Islam, juga telah membuat bangunan-bangunan tahan gempa.

Fenomena alam berupa gempa bumi, sejak awal menjadi kajian ilmuwan Muslim. Al-Kindi, misalnya, yang merupakan ahli matematika, fisika, dan astronomi, membuat tulisan berjudulThe Science of Winds in the Bowels of the Earth, which Produce Many Earthquakes and Cave-in.

Ibnu Sina, yang dikenal sebagai seorang ilmuwan dan dokter, juga menyampaikan pandangannya mengenai gempa bumi. Ia mengutip sejumlah ilmuwan Yunani yang mengaitkan gempa bumi dengan tekanan gas yang tersimpan di dalam bumi dan kemudian berusaha keluar dari bumi.

Namun, Ibnu Sina tak sepenuhnya sependapat dengan pandangan para ilmuwan Yunani tersebut. Jadi, ia menentang teori mereka dengan memberikan penjelasan dari pemikirannya sendiri dan mengembangkan teorinya sendiri.

Ibnu Sina mengungkapkan, gempa terkait dengan tekanan besar yang terperangkap dalam rongga udara yang ada di dalam bumi. Tekanan ini, bisa datang dari air yang masuk ke dalam rongga bumi dan menghacurkan sejumlah bagian bumi.

Dalam esai panjangnya, Ibnu Sina memberikan sebuah metode untuk mengatasi dampak gempa bumi. Ia menyarankan masyarakat untuk menggali dan membuat sumur di tanah, supaya tekanan gas menurun. Sehingga, getaran akibat gempa bumi berkurang.

Beberapa sejarawan mengatakan, setelah abad ke-10 dan ke-11 teori para ilmuwan Muslim tentang penyebab gempa lebih menekankan pada sisi religius. Mereka berpikir bahwa gempa merupakan fenomena alam yang telah ditetapkan Tuhan.

Namun, pendapat lain mengemuka, para ilmuwan Muslim mengadopsi filsafat logika dan fisik, untuk menjelaskan penyebab terjadinya gempa bumi sejak abad ke-10. Pendekatan itu, agak dihindari menjelang periode berakhirnya kekuasaan Mamluk.
Sejumlah ilmuwan lain dalam periode klasik Islam yang menulis tentang gempa bumi, antara lain, Al-Biruni, Ibnu Rusyd, Jabir bin Hayyan. Mereka membahas gempa bumi dalam buku yang mereka tulis dalam bidang meteorologi, geografi, dan geologi.

Pada masa-masa berikutnya, kajian ilmiah tentang gempa bumi terus dilakukan oleh ilmuwan Muslim. Abu Yahya Zakariya' ibn Muhammad al-Qazwini, ahli geografi, astrnomi, fisika, abad ke-12 asal Persia, menyampaikan teorinya mengenai gempa.

Menurut Al-Qazwini, gempa bumi disebabkan oleh adanya gas bertekanan tinggi sampai menjadi cairan, kemudian berusaha keluar dari dalam bumi sehingga proses ini, selain menyebabkan gempa juga gunung berapi.

Ilmuwan yang sezaman dengan Al-Qazwini, yaitu Al-Tifashi, menambahkan, penumpukan gas menyebabkan tekanan terhadap bumi dan akhirnya menimbulkan gempa. Ia berpendapat, tekanan gas yang sangat kuat menggerakkan kerak bumi.

Ada pula ilmuwan lain, Al-Nuwayri yang hidup sekitar tahun 1373, mengadopsi teori pseudo-fisik yang mengatakan setiap wilayah di bumi memiliki kaitan dengan pegunungan Qaf, yang mengelilingi bumi. Saat Tuhan ingin menghukum manusia, Dia menggerakkan kaitan itu.

Sementara, studi awal mengenai bagaimana bertahan dari gempa bumi, ditulis seorang ilmuwan Mesir, Jalaluddin Al-Suyuti, yang hidup sekitar tahun 1505. Ia tak mengikuti teori fisik tentang gempa bumi yang diadopsi Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Qazwini, maupun Al-Tifashi.

Merespons gempa



Selain mengurai kajian tentang gempa bumi, ilmuwan Muslim juga menyampaikan pandangannya mengenai apa yang bisa dilakukan masyarakat dalam menghadapi gempa. Termasuk bagaimana mendirikan bangunan agar bisa tahan gempa.

Di daerah-daerah yang rawan gempa, arsitek-arsitek Muslim menyampaikan serangkaian teori. Mereka menegaskan, agar bagunan memiliki fondasi yang kuat dan dalam. Dinding juga harus memiliki dimensi besar untuk menyangga kubah ketika terjadi gempa.

Dengan demikian, bangunan tidak runtuh saat digoyang gempa. Ini terbukti dengan masih tegak berdirinya monumen-monumen Islam yang ada di Kairo. Bangunan-bangunan itu mampu bertahan dari gempa besar pada 1992 dan masa-masa sebelumnya.

Pada masa kekuasaan Islam, masyarakat bereaksi secara berbeda-beda saat menghadapi gempa. Sejumlah orang segera menuju masjid dan gereja untuk berdoa. Namun, sebagian orang lainnya bergegas menuju area terbuka, kemudian membangun tenda pengungsian.

Ini terjadi pada 1431, saat gempa melanda Granada dan juga sejumlah gempa yang terjadi di Levant. Pada 1504, saat Kota Zayla, Yaman, diguncang gempa, warganya pergi ke area terbuka, yaitu pantai. Di sejumlah wilayah rawan gempa, mereka membangun gubuk kayu.

Gubuk tersebut dibangun di disamping rumah mereka, yang biasanya digunakan untuk bermalam saat terjadi gempa. Sebagian lain menghabiskan malam di area terbuka atau perahu.

COPYRIGHT@http://warung-kopi-alvano.blogspot.com/2009_11_01_archive.html


Perkembangan Masjidil Haram dari Masa ke Masa

asjidil Haram adalah masjid tertua di dunia. Masjid bertiang 589 buah dari marmer atau granit ini lebih tua 40 tahun dari Masjid Al-Aqsa di Yerussalem. Pembangunan masjid ini untuk pertama kalinya dibangun oleh Nabi Ibrahim AS bersama dengan putranya Ismail AS.

Pada saat ini pembangunan Masjidil Haram telah berlangsung sekitar satu tahun lalu. Pelataran Masjidil Haram terus diperluas. Akibatnya, sekitar 1.000 gedung di sekitar Masjidil Haram dibongkar demi untuk pelayanan jamaah haji yang datang dari seluruh dunia. Pembangunan, penyempurnaan, dan perluasan Masjidil Haram adalah bagian dari sejarah dalam perjalanannya dari masa ke masa.

Pada awalnya, masjid yang memiliki 152 buah kubah ini sangat sederhana bentuknya. Bangunannya terdiri dari Ka’bah yang terletak di tengah-tengahnya. Kemudian ada sumur zamzam dan Maqam Ibrahim di sampingnya. Ketiga bangunan tersebut berada di tempat terbuka.

Pada masa awal perkembangan Islam sampai pada masa pemerintahan khalifah pertama Abu Bakar As-Shiddiq (543 M), bentuk bangunan Masjidil Haram juga masih sederhana. Masjid ini belum memiliki dinding sama sekali.Pada tahun 644 M, di masa Khalifah Umar bin Khattab (khalifah kedua), ia mulai membuat dinding masjid ini. Akan tetapi, dindingnya masih rendah, tidak sampai setinggi badan orang dewasa. Umar juga membeli tanah di sekitar Masjidil Haram untuk memperluas bangunan masjid guna menampung jamaah yang semakin hari semakin banyak.

Bangunan Masjidil Haram selalu diperluas dan diperindah dengan semakin banyaknya umat Islam yang berkunjung ke Baitullah dari masa ke masa.Khalifah Utsman bin Affan juga memperluas bangunan masjid tersebut pada masa pemerintahannya. Kemudian Abdullah Ibn al-Zubair (692 M) memasang atap di atas dinding yang telah dibangun. Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi (714 M) yang pernah berkuasa di Makkah, juga pernah melakukan penyempurnaan bangunan Masjidil Haram. Demikian pula pada masa Khalifah al-Mahdi (Khalifah Bani Abbasiyah) yang berkuasa pada tahun 885 M, dibuat deretan tiang yang mengelilingi Ka’bah yang ditutup dengan atap. Saat itu dibangun pula beberapa menara.

Pada pemerintahan Sultan Salim II dari Kekhalifahan Turki Utsmani yang dilanjutkan oleh putranya, Sultan Murad III, dilakukan beberapa kali perbaikan dan perluasan bangunan Masjidil Haram. Pada masa ini juga dibuat atap-atap kecil berbentuk kerucut. Bentuk dasar bangunan Masjidil Haram hasil renovasi Dinasti Utsmani inilah yang dapat dilihat sekarang ini.

Pada masa pemerintahan kerajaan Saudi Arabia yang bertindak sebagai Khadim al-Haramain (pelayan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi) beberapa tahun lalu, juga dilakukan perbaikan, penyempurnaan, dan perluasan Masjidil Haram. Tempat Sa’i yang sebelumnya berada di luar masjid, kini dimasukkan ke dalam dan dilengkapi dengan jalur-jalur sa’i yang dilengkapi atap yang teduh.

Dampak Bangunan Tinggi di Sekitar Masjidil Haram

Ka’bah yang terletak di tengah masjid Haram dan menjadi arah sholat bagi kaum muslim seluruh dunia, semakin tenggelam oleh berdirinya gedung-gedung tinggi yang berada di sekitarnya. Hal seperti perulangan kejadian yang telah Allah firmankan dalam surat Al-fill ayat 1-5

Artinya :

1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu Telah bertindak terhadap tentara bergajah?

2. Bukankah dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia?

3. Dan dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,

4. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,

5. Lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).

Bukan hanya itu peninggalan sejarah umat islam terancam keberadaannya, salah atu peninggaln bersejarah yang diratakan dengan tanah adalah benteng Ajyad. Inilah benteng yang dibangun pada 1775 yang sangat berjasa dalam mempertahankan Kota Makkah. Benteng ini dibangun ketika Makkah masih di bawah pemerintahan Turki Otsmani.

Aura Makkah sebagi tempat suci sekarang sudah semakin terkikis, karena kota Makkah saat ini makin penuh dengan bangunan-bangunan tinggi mulai dari hotel, pusat perbelanjaan dan toko-toko besar yang menjual produk Barat. Sebut saja kedai kopi Starbucks, Cartier and Tiffany, H&M dan Topshop

COPY@RIGHT http://mappaturi.wordpress.com/

Satyam, Siwam, Sundaram, Relegi dan Usada

Satyam artinya kebenaran
Siwam artinya kebersihan, kesucian, kemuliaan
Sundaram artinya keindahan, kecantikan, keharmonisan
Relegi artinya bunga-bunga pada pertamanan adalah sebagai unsur pokok dalam upakara suci kehadapan Tuhan
Usada artinya pertamanan itu sendiri secara keseluruhan sudah merupakan usada (obat) Keindahan Bali

Di dalam kekawin Ramayana Bab XXV. 16, dinyatakan bahwa binatang akan menjadi saleh, burung siung tekun mempelajari pengetahuan keindahan. Lebih jauh dalam Kitab Suci Negara Kertagama karangan Prapanca pupuh XXXII melukiskan : “Berhamburan bunga naga kusuma di halaman yang dilindungi selokan andung, karawira, menuh serta kayu puring yang dipagari batu giok”. Kekawin Bharatayudha Bab V.2-3 menyebutkan, di sebelah Barat ada taman yang dihias dengan batu-batuan dan dihiasi bunga tanjung, selalu bercahaya. Di sinilah wanita-wanita cantik bermain-main di bawah sinar bulan.

Konsep Pertamanan Bali

Di Bali, pertamanan bukan saja melibatkan arsitektural, fungsional, estetika, akan tetapi juga melibatkan filosofi budaya Bali di setiap penempatan komponen pertamanannya, sehingga terpola sedemikian rupa, baku dan khas untuk setiap komponen yang ada. Pertamanan Bali atau Pertamanan Tradisional Bali mempunyai filosofi yang sangat tinggi, sehingga dimuat di berbagai lontar dan kitab suci. Filosofi Pertamanan Tradisional Bali diawali oleh cerita pemutaran Gunung / Mandara Giri.

Dalam lontar Adi Parwa halaman VXIX disebutkan bahwa dalam pemutaran Mandra Giri di Ksirarnawa memunculkan beberapa komponen yaitu :

Ardha Chandra, atau bulan sabit, yaitu unsur keras dan keindahan. Setelah dianalisis keluar sebagai aspek bangunan dengan segala bentuk dan keindahannya. Kayu Kasta Gumani, sebagai unsur tanaman yang memberi kehidupan atau kalpataru, memunculkan Panca Wriksa yaitu lima tanaman pertama yang tumbuh dan memberi kehidupan, yaitu beringin (Ficus bengalensis) yang dapat memberikan keteduhan dan kedamaian hidup, ancak atau pohon bodhi (Hemandia Pellata) sebagai tempat meditasi untuk berhubungan dengan Tuhan, memohon kehidupan dan kedamaian, pisang (musa sp), yang merupakan makanan yang memberikan kehidupan, tanaman uduh (Caryota mitis) yang merupakan tempat menerima “pituduh/wangsit” atau petuah serta tanaman peji, sebagai tempat memuji atau menyembah kebesaran Tuhan. Air yang mengental, sebagai pelambang air kehidupan yang merupakan unsur terpenting yang dapat memberikan kesejukan, baik kesejukan pikiran maupun kesejukan lingkungan, jadi merupakan air amertha atau air kamandalu, karena amertha berarti tidak mati atau kehidupan yang langgeng. Penjabaran lebih jauh dari air ini, menghasilkan “Pancara”, yaitu rekayasa air untuk lingkungan, yang meliputi : seta atau jembatan, tama atau tetaman, tambak atau perikanan, telaga atau ekositem dan peken atau pasar.

Dewi Laksmi, sebagai pelambang keindahan, baik dalam keindahan kedamaian, keserasian, keharmonisan dan lingkungan, yang bermuara memberikan amertha kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Kuda Oncersrawa (kuda putih), sebagai pelambang kreativitas tata ruang. Bongkah, adalah sebagai pelambang bentuk yang tidak beraturan seperti bebatuan, tanah. Prelaya, adalah kehancuran, kematian atau tidak utuh.

Pemunculan komponen tersebut yang dipakai landasan dalam membuat atau mendisain sebuah taman atau lanskap di Bali, yang harus sesuai pula dengan unsur Satyam (kebenaran), Siwam (kebersihan, kesucian, kemuliaan), Sundaram (keindahan, kecantikan, keharmonisan) yang menjiwai konsep Tri Hita Karana, Tri Mandala, Tri Angga maupun Asta Dala.

Tri Hita Karana adalah tiga sebab yang memberikan kebahagiaan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama dan hubungan manusia dengan lingkungannya. Konsep Tri Mandala (tiga areal) juga dipakai dalam konsep ini, yaitu Utama Mandalanya adalah Parhyangan atau tempat suci atau pemerajan atau sanggah, Madya Mandalanya adalah pekarangan rumah yang meliputi bangunan tempat tinggal, dapur, kamar mandi, kerumpu atau jineng dan “teba” atau tegalan, sedangkan Nista Mandalanya adalah pekarangan luar rumah atau jaba atau pekarangan sebelum memasuki pekarangan rumah.

Selain itu juga memasukkan unsur Tri Angga (tiga bagian badan), yaitu Ulu (kepala), Badan dan Kaki. Ulu (kepala) adalah gunung, akan memberikan tuntutan berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, agar mendapatkan kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin. Badan adalah perkampungan dengan perkotaannya tempat masyarakat mencari penghidupan, sedangkan Kakinya adalah lautan, tempat membuang segala mala petaka dan kotoran lahir dan batin lainnya.

Asta Dala adalah delapan penjuru arah mata angin, yaitu Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat, Barat Laut.

Pola ruang dibagi berdasarkan konsep natah atau halaman rumah bagi budaya Bali, yaitu “Tapak dara” adanya sumbu perancangan Timur-Barat sebagai sumbu religi dan Utara-Selatan sebagai sumbu bumi. Perputaran kekanan dari “Tapak dara” menghasilkan Swastika Yana yaitu yang memberi gerak kehidupan yang seimbang dan harmonis secara abadi menuju kesucian. Di bagian perpotongan sumbu tersebut dilengkapi dengan bangunan Padma (tempat suci), sebagai tempat memuja Çiwa Reka yang menghubungi antara Pertiwi (tanah) dengan Akasa (langit).

copy@right http://www.parissweethome.com/bali/cultural_my.php?id=11

Sabtu, 19 Maret 2011

Pengembangan Kawasan Perkotaan

PERDA
  1. Disampaikan Pada Acara Sosialisasi Permendagri Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan Ir. OBER TUA BUTARBUTAR PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN 27-28 Mei 2008 Hotel Poencer, Cisarua Bogor
  2. Perencanaan Kawasan Perkotaan Baru Peremajaan Kawasan Perkotaan Reklamasi Pantai Perubahan Pemanfaatan Lahan BAB IV - PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN
  3. Perencanaan Kawasan Perkotaan Baru Prioritas pertimbangan Persyaratan Mekanisme Penetapan Lokasi Pengelolaan Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru
    • memecahkan permasalahan kepadatan penduduk akibat urbanisasi;
    • menyediakan ruang baru bagi kebutuhan industri, perdagangan dan jasa; dan
    • menyediakan ruang bagi kepentingan pengembangan wilayah di masa depan. (pasal 16)
    PRIORITAS PERTIMBANGAN
    • sesuai dengan sistem pusat permukiman perkotaan (RTRWN, RTRWP, RTRWK/K)
    • termuat dalam RPJMD;
    • memiliki daya dukung lingkungan, bukan kawasan yang rawan bencana alam;
    • bukan kawasan pertanian beririgasi teknis;
    • memiliki kemudahan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan;
    • tidak mengakibatkan pembangunan yang tidak terkendali dengan kawasan perkotaan disekitarnya;
    • mendorong aktivitas ekonomi, sesuai fungsi dan perannya; dan
    • mempunyai luas kawasan budi daya paling sedikit 400 hektar. (Pasal 17)
    PERSYARATAN LOKASI KAWASAN PERKOTAAN BARU
    • Dapat diprakarsai oleh pihak swasta dan/atau pemerintah daerah;
    • Lokasi diusulkan kepada Bupati.
    • Pengajuan usulan lokasi dilampiri:
        • hasil studi kelayakan;
        • rencana induk pembangunan perkotaan baru; dan
        • rencana pembebasan lahan.
    • Rencana lokasi kawasan perkotaan baru yang berada di dua atau lebih Kabupaten yang berbatasan langsung ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten masing-masing.
    • Penetapan lokasi kawasan perkotaan baru terlebih dahulu mendapat persetujuan Gubernur. (Pasal18)
    MEKANISME PENETAPAN LOKASI
    • Rencana pembangunan kawasan perkotaan baru ditetapkan oleh kepala daerah dan dapat dibentuk Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru.
    • Kawasan perkotaan baru yang berlokasi pada bagian dari dua atau lebih Kabupaten yang berbatasan langsung dilakukan atas dasar kerjasama antar daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    • Pelaksanaan kerjasama antar daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru yang bertanggung jawab kepada masing-masing bupati.
    • Masa tugas Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) sesuai dengan jangka waktu rencana pelaksanaan pembangunan kawasan perkotaan baru.
    Pengelolaan Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru
    • Keanggotaan Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru terdiri atas unsur Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, masyarakat setempat, dan unsur pengembang.
    • Struktur Organisasi, tugas dan tata kerja Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
    • Keanggotaan, struktur organisasi, tugas dan tata kerja Badan Pengelola Pembangunan kawasan perkotaan baru yang berlokasi di dua atau lebih daerah Kabupaten yang berbatasan langsung diatur dengan Keputusan Bersama Bupati. (Ps. 19)
    lanjutan
  4. PEREMAJAAN KAWASAN PERKOTAAN
    • Pemerintah daerah dapat melakukan peremajaan bagian kawasan perkotaan.
    • dapat dilakukan sepanjang tertuang dalam RPJMD dan RDTR.
    • Peremajaan bagian kawasan perkotaan yang belum memiliki RDTR dan/atau tidak termuat dalam RPJMD terlebih dahulu memperoleh persetujuan DPRD (ps21)
    • Bertujuan untuk:
    • perbaikan dan perlindungan lingkungan;
    • peningkatan kehidupan masyarakat setempat; dan
    • pemenuhan standar pelayanan perkotaan (Ps. 22 ayat 1)
    • Tidak diperkenankan :
    • menghilangkan nilai-nilai sejarah bangunan, arsitektur dan budaya;
    • merugikan kepentingan masyarakat setempat
        • (Ps. 22 ayat 2)
  5. Mekanisme Perencanaan Peremajaan
    • Dokumen rencana peremajaan bagian kawasan perkotaan disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten/kota berdasarkan hasil studi kelayakan.
    • Dokumen rencana memuat antara lain:
        • latar belakang;
        • tujuan dan sasaran;
        • lokasi kegiatan;
        • metodologi peremajaan;
        • pengorganisasian;
        • jadwal pelaksanaan;
        • pendanaan.
    • Dokumen rencana ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.
    • Rencana peremajaan bagian kawasan perkotaan yang berada di dua atau lebih Kabupaten disusun secara bersama oleh Bappeda Kabupaten/kota yang bersangkutan dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota masing-masing. (Ps. 23)
    • Rencana reklamasi pantai termuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/ Kota. (Ps. 24)
    • Rencana reklamasi pantai sebelum dituangkan kedalam RTRW kabupaten/kota terlebih dahulu meminta persetujuan dari Menteri Dalam Negeri. (Ps. 25)
    Reklamasi Pantai
    • Gubernur mengajukan usulan rencana reklamasi pantai kepada Menteri Dalam Negeri berdasarkan permohonan bupati/walikota dengan melampirkan:
      • hasil studi kelayakan;
      • Kajian Lingkungan Strategis (KLS);
      • rencana pemanfaatan;
      • rekomendasi Gubernur dan DPRD Propinsi; dan
      • persetujuan Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/ Kota. (Ps. 26)
    MEKANISME PENGUSULAN REKLAMASI
      • Penyelenggaraan reklamasi pantai wajib memperhatikan kepentingan lingkungan, pelabuhan, kawasan pantai berhutan bakau, nelayan, dan fungsi- fungsi lain yang ada dikawasan pantai serta keberlangsungan ekosistem pantai sekitarnya.
      • Bahan material untuk reklamasi pantai, diambil dari lokasi yang memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan. (Pasal 27)
    • Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam pelaksanaan reklamasi pantai.
    • Gubernur bertanggungjawab dalam pelaksanaan reklamasi pantai untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
    • Gubernur melaksanakan pembinaan, pengawasan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan reklamasi pantai di wilayahnya.
    • Menteri mengkoordinasikan dan memfasilitasi pengendalian umum pelaksanaan reklamasi pantai di tingkat nasional.
    • Menteri teknis terkait bertanggungjawab untuk memberikan fasilitasi, supervisi dan pengendalian teknis di tingkat nasional. (Pasal 28)
    • Acuan Dasar
    • RDTR kabupaten/kota dengan memperhatikan:
    • keberlangsungan fungsi kawasan,
    • daya dukung dan kesesuaian lahan secara terpadu. (Ps. 30)
    • Azas Perubahan
    • keterbukaan,
    • persamaan,
    • Keadilan,
    • pelestarian lingkungan; dan perlindungan hukum. (Ps. 29)
    Perubahan Pemanfaatan Lahan
    • Dasar Pertimbangan Perubahan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan RDTR
    • keselarasan kebutuhan lahan untuk kegiatan ekonomi dengan keberlangsungan lingkungan
    • (Ps.31 ayat 1)
    • PERDA yang mengatur pertimbangan teknis Keselarasan Kebutuhan lahan, dan pola insentif dan disinsentif (Ps 31. ayat 2)
  6. PERAN SERTA M ASYARAKAT
    • Masyarakat diikut sertakan Dalam :
    • penyusunan rencana, pelaksanaan , pengelolaan dan pengawasan perencanaan kawasan perkotaan . (Ps. 33 ayat 1)
    F orum masyar a kat perkotaan (Ps. 33 ayat 2)
    • beranggotakan unsur pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat perkotaan setempat .
    • berperan serta dalam perumusan kebijakan dan strategi rencana kota.
    • menyelenggarakan:
      • musyawarah anggota forum;
      • fasilitasi pengembangan dan peningkatan kemampuan wadah-wadah peran masyarakat;
      • fasilitasi kegiatan dialog, tukar pendapat, jajak pendapat, dan dengar pendapat;
      • penyebaran informasi;
      • inventarisasi dan tindak lanjut usulan oleh masyarakat;
      • fasilitasi keterlibatan masyarakat ;
      • pemberian masukan
      • pengusulan kebijakan-kebijakan . (Ps. 34)
    • BAB VI
    • KETENTUAN PERALIHAN
    • Pasal 35
    • Rencana kota yang telah disahkan tetap berlaku, sampai saat dilaksanakan evaluasi lima tahun pertama sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini.
    • BAB VII
    • KETENTUAN PENUTUP
    • Pasal 36
    • Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
  7. Ditjen Bina Pembangunan Daerah DEPARTEMEN DALAM NEGERI
© 2011 SlideShare Inc. All rights reserved.

Rabu, 16 Maret 2011

Arsitektur Kota Anti Kota

“The city is the people” begitu ungkapan sebuah pepatah tua. Begitu dalam maknanya, namun begitu berat mengaplikasikannya. Di Jakarta, kehidupan kota lebih terbiasa diselami dari balik jendela mobil. Kasihan orang Jakarta. Sudah diberi iklim panas tropis, tidak ada pula sarana untuk berbudaya urban yang positif karena memang tidak pernah disediakan secara memadai. Tidak disediakan karena tidak menjadi prioritas. Tidak diprioritaskan karena kita umumnya tidak memiliki mentalitas membangun ruang publik.

Mentalitas anti budaya urban ini juga lahir dari lingkungan fisik yang dirancang para arsitek. Banyak arsitek yang memiliki proyek-proyek komersial dan dalam skala besar tidak memiliki sensitivitas terhadap konteks kota. Mereka hanya fokus pada arsitekturnya tidak pada konteksnya. Sehingga bermunculan belasan dan puluhan bangunan-bangunan anti urban yang semakin akut.

Apa ciri-ciri desain anti urban?

Fungsi non-publik di lantai dasar.

Salah satu ciri kota yang aktif secara positif adalah hadirnya fungsi-fungsi publik atau retail di lantai dasar sebuah bangunan. Di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia, lantai dasar sebuah bangunan besar umumnya adalah ruang lobi formal yang tidak menyumbang apa-apa bagi kehidupan kota. Lihat Hong Kong. Sepanjang kita berjalan semua lantai dasar bangunan-bangunannya selalu diisi oleh toko, retail, kafé atau fungsi-fungsi publik yang membuat kota hidup dan atraktif sampai larut malam.

Kapling-kapling egois

Manusia sebagai mahluk sosial berkewajiban berperilaku sosial yang positif dan bertoleransi antar sesama. Begitu pula arsitektur kota. Seharusnya antar bangunan satu dengan lainnya bertoleransi dengan memberikan ruang untuk kelancaran publik bernegosiasi terhadap ruang kota. Di Bukit Bintang Walk di Kuala Lumpur, antar bangunannya tidak di kapling-kapling dan dibentengi ala Jakarta. Pedestrian di sana leluasa bergerak dari satu bangunan ke bangunan lain. Bahkan di Hong Kong antar bangunan dikoneksi dengan jembatan untuk publik.

Parkir dan drop-off di halaman depan.

Ruang paling berharga dalam konteks kota adalah ruang terbuka di depan bangunan, yaitu area dari batas lahan ke garis sempadan bangunan. Sayangnya para arsitek di Indonesia dengan rasa tidak bersalah selalu menjadikannya sebagai ruang parkir dengan drop-off formal. Parkir sebenarnya bisa langsung ke basemen dan drop-off bisa dari jalan samping atau di dalam kapling. Area inilah yang bisa berpotensi menjadi ruang sosial publik berupa ruang hijau, ruang duduk atau ruang luar dari sebuah kafe di lantai dasar. Perilaku desain ini yang dihadirkan di ratusan bangunan di kota-kota besar di Indonesia benar-benar mematikan potensi lahirnya kehidupan yang beradab dan aktif.

COPYRIGHT@http://urbaneindonesia.blogspot.com/2008/07/arsitektur-kota-anti-kota.html